Artikel

Saturday, April 11, 2020

Pendidikan yang Menafikan Otensitas

Ria Fasha

Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dengan sebaik baik bentuk, membawa "syakilah"nya masing masing yang dititipkan Allah kepada diri mereka. Maka sejatinya manusia itu otentik, saya adalah satu satunya saya dan tidak ada yang lain seperti saya. Aku tidak perlu menjadi engkau untuk menjadi aku. Sidik jari adalah salah satu contoh yang baik.

Monday, March 30, 2020

Langit Biru dan Lahirnya

Ria Fasha

Ada dua kejadian dimana akhirnya Allah pertemuan dua hal tersebut menjadi satu dan akhirnya mewujud menjadi Sekolah Langit Biru.

Ibu Eni Khairani dan Pak Susiyanto memiliki mimpi besar unuk memberikan kontribusi yang nyata dalam bidang pendidikan. Seperti diketahui bahwa ibu Eni Khairani adalah seorang tokoh perempuan Begkulu yang telah 4 periode menjabat sebagai anggota DPD RI dari Bengkulu. Latar belakang hidupnya yang tak bisa lepas dari bidang pendidikan dan besar dari keluarga Muhammadiyah yang kental, membuat Bu Eni dan Pak Susiyanto telah lama mengidam-idamkan membuat sebuah lembaga pendidikan Islam. Pada saat itu pilihannya jatuh pada pondok pesantren dan Pondok Tahfiz.

Untuk mewujudkan hal tersebut, maka Bu Eni dan Pak Sus mengembankan amanah tersebut kepada Dedy Mardiansyah – kami memanggilnya Bang Yai- untuk mewujudkan mimpi tersebut. Sayangnya, mimpi tersebut harus tertunda karena Bang Yai memiliki amanah baru yang lebih berat. Beliau harus meneruskan peerjuangan pendidikan ayahanda di Curup dan melanjutkan estafet kepemimpinan mertuanya di Palembang dalam mengelola pondok pesantren. Bang Yai pun akhirnya meninggalkan Bengkulu untuk menjalankan amanahnya tersebut.

Hal demikian tidak membuat langkah Ibu Eni dan Pak Sus berhenti, mimpi membuat lembaga Islam tidak pernah padam. Beberapa kali tanah untuk cikal bakal pondok pesantren tersebut ditawar oleh developer perumahan namun tetap Bu Eni dan Pak Sus bertekad tanah ini akan diwakafkan untuk kepentingan pendidikan umat.

Di sisi lain, tim yang terdiri dari saya (Pak Hardi), Pak Nanang, Bu Eli dan Bu Lisna memiliki sebuah rancang bangun pendirian lembaga pendidikan lengkap dengan konsepnya. Konsep itu diberi nama Sekolah Langit Biru dengan nafas sekolah alam. Telah lama keinginan untuk membangun sekolah itu terpatri namun apalah daya tim tidak memiliki akomodasi, sarana dan prasarana serta pembiayaan yang mumpuni.

Dua keinginan yang pada hakikatnya sama ini, dipertemukan oleh Allah SWT. Kami akhirnya berdiskusi hinggalarut malam dengan Bu Eni dan Pak Sus seputar dunia pendidikan dan lembaga yang akan dibentuk. Tepat pada tanggal 20 Januari 2017, kami mempresentasikan masterplan sekolah yang akan dibangun, lengkap dengan konsep dan analisis SWOT nya. Hadir pula Mas Rasyidin, Bang Yai, Bang Hasbul, Trio Saputra, Mbak Farida, Bang Hardi Sutoyo. Pertemuan selanjutnya hadir pula Mbak Rini dan Mbak Roro tyang ikut bergabung. Akhirnya terpilih Mbak Roro sebagai Ketua Yayasan dan Sekretaris adalah Mas Rosyidin. Dalam perjalanan waktu karena tugas negara yang harus di emban oleh Mbak Roro, maka tampuk pimpinan Yayasan dilanjutkan oleh Mas Rosyidin dengan seretarisnya Mbak Marini sampai saat ini.

Saya ingin mengingat fasilitator yang bergabug sebagai ashabiqunal Awalun Sekolah Langit Biru, Bu Sri Hardiyanti yang saat ini mengikuti suaminya ke Makassar, Bu Lisna yang belum bisa bergabung karena tugas yang tak bisa ditinggalkan (Saat ini sebagai Manajer Sekolah Alam Bengkulu Mahira), Bu Ria Andriana, Bu Triyatun. 

Dengan segala kurang lebihnya sekolah Langit Biru, kami terus melakukan “tajdid” untuk tetap memberikan yang terbaik untuk seluruh fasilitator, orang tua dan yang terutama adalah anak-anak yang kami didik dengan setulus hati.

~ Direktur Sekolah Langit BiruDirektur Sekolah Langit Biru

Mengapa Sekolah Langit Biru….

Ria Fasha

Kata banyak orang apalah arti sebuah nama, namun bagi kami, sebuah nama adalah refleksi dari jati diri,  visi hidup yang terus berusaha diraih dan terkadang nama memiliki kekuatan sakral. Seperti jika kita mengucapkan nama Nabi kita tercinta Muhammad, maka otomatis kita kaum yang beriman akan kenabiannya mengucapkan “ Salallahu’alaihiwassalam”. Ada daya dorong yang entah darimana datangnya sehingga otomatis lidah kita bergerak untuk mengucapkan pujian itu. Demikian pula, nama biasanya mencerminkan bagaimana lingkungan orang itu tinggal. Seorang yang bernama “ Paijo” besar kemungkinan tidak lahir dari suku Batak, sebagaimana nama “ Erick Sihombing” bukan lahir dari suku Asmat. Orang yang bernama “ Mujib Ainun Naim” besar kemungkinan lahir dalam iklim keluarga pesantren, sedangkan nama “ Putu”” lahir dari keluarga Bali berlatarkan agama hindu yang kuat.

Demikianlah kebiasaan yang kita temukan. Tapi tidak ada salahnya pula kita “ menabrak” kebiasaan. Orang Rejang bernama Thomas dan orang Padang bernama “ Tulus” sah –sah saja, karena setiap nama adalah doa dari yang memberikan nama. Kita menemukan orang yang bernama Soeharto padahal ia adalah orang serawai tidak ada darah Jawa sama sekali, dan kita menemukan orang yang bernama Erick yang lahir dari suku Sunda dan tidak ada darah anglo saxon sama sekali.

Lalu mengapa diberi nama Langit Biru ? mengapa memberi nama sekolah tidak mengikuti trend dengan menggunakan nama-nama Arab? Bukankah nama-nama Arab lebih memiliki “prestise” yang menunjukkan kesholehan dan komitmen terhadap ajaran Islam ?. Bukankah nama arab lebih meyakinkan wali murid ataupun pihak-pihak lainnya bahwa sekolah ini adalah sekolah yang komitmen terhadap nilai-nilai Islam dan jauh dari debu-debu sekulerisme ?

Kami berkeyakinan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang universal sebagaimana misi Nabi kita tercita yaitu menjadikan sifat islam sebagai rahmatan Lil’alamin atau rahmat bagi semesta alam. Rahmat bagi orang arab, rahmat pula bagi orang eropa, rahmat untuk orang Cina rahmat pula untuk orang Indonesia. Rahmat bagi orang yang ada di utara, rahmat pula bagi orang yang ada di selatan bumi. Rahmat bagi manusia, rahmat pula bagi hewan, tumbuhan dan semua makhluk yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Menjadi seorang muslim bukan berarti harus menjadi orang arab, sebagaimana menjadi manusia yang modern bukan berarti harus menjadi orang Eropa. Yang membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lain bukanlah asal sukunya dan dimana ia lahir namun sesuai dengan indikator yang ditentukan oleh Allah, orang yang paling baik adalah orang yang bertakwa. Takwa tidak dilihat dari dimana tempat lahir kita, apa warna kulit kita, apa bahasa yang kita gunakan. Seorang berkulit hitam, budak dari Habasyah saja mampu memiliki ketakwaan yang tinggi sebut saja Bilal bin Rabbah ra. Namun orang tulen arab , masih memiliki ikatan kekeluargaan dengan Nabi justru menjadi penentang agama Allah yang nyata seperti Abu Lahab dan Abu Jahal. Maka tak ada tempat bagi ajaran rasisme dalam Islam. Mau Cina, Minang, Serawai, Rejang, Arab, Jepang semuanya sama, kecuali takwanya titik.

Sekolah ini kami berikan nama “ Sekolah Langit Biru” dengan berlandaskan pada filosofi berikut ini :
1. Allah SWT sebelum menyebutkan kata Bumi “Ardh” senantiasa menyebutkan kata langit “samaa” terlebih dahulu. Seolah semua yang ada di bumi ini  adalah ciptaan yang ada di Langit (Allah SWT). Maka sangat penting menanamkan hubungan dengan Allah sedini mungkin.
2. Semua kegiatan dan aktifitas di muka bumi ini selalu dinaungi oleh langit. Langit biru pertanda cuaca cerah yang memberikan perlindungan manusia untuk berkarya di luar rumah. Di samping itu, langit biru sedap dipandang dan mendatangkan kebahagiaan bagi manusia.
3. Langit tidak memilah dan memilih siapa yang bernaung di bawahnya sehingga langit tidak mengkastakan manusia berdasarkan status sosialnya
4. Langit selalu melihat ke bawah, sebagai simbol bahwa tawadhu’ harus menjadi sifat utama. Seperti langit yang tinggi namun ia tetap menunduk ke bawah

Visi Langit yang dihadirkan ke Bumi

Ria Fasha


Ada satu pertanyaan sederhana yang mungkin menggelitik di benak dan hati kita dan pasti jawabannya sangat beragam. Apa tujuan dari pendidikan? Jika pertanyaan ini ditanyakan kepada masing-masing kita, maka sudah dipastikan kita tidak akan mendapatkan jawaban yang seragam. Jawaban atas pertanyaan tersebut sesuai dengan pengalaman kita. Jujur saja terkadang jawaban dari pertanyaan itu hanyalah pemanis kata tanpa indikator pencapaian yang jelas.

Kami menemui Bang Lendo Nouvo, penggagas sekolah alam Indonesia di school of universe bogor yang menjawab pertanyaan tersebut dengan sebuah kalimat sederhana. Tujuan pendidikan adalah tujuan penciptaan manusia. Untuk apa manusia diciptakan maka itulah tujuan pendidikan. Kita tak akan mendapatkan jawaban yang memuaskan jika tidak mengembalikan pada pencipta manusia, Allah, Tuhan yang menciptakan manusia dan alam raya melalui firmannya dalam Al-Qur’an.

Setidaknya terdapat dua tujuan penciptaan manusia yang kita temui dalam Al-Qur’an. Pertama, untuk beribadah kepada Allah SWT dan yang kedua sebagai khalifatullah fil’ardh yang rahmatan lil’alamin. Visi langit itu yang coba diterjemahkan oleh sekolah alam yang ada di seluruh Indonesia. Yang pertama adalah hubungan manusia dengan Allah dan yang kedua dimensi hubungan manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan alam sekitarnya.

“Anak Sholeh” gelar tinggi yang berat

Apa yang ada dipikiran kita ketika mendengar kata “anak sholeh ? dalam bayangan kita anak sholeh adalah anak yang dapat membanggakan kedua orang tuanya, menyelamatkan orang tuanya di dunia maupun di akhirat. Tetapi sebenarnya kesholehan seorang anak sangat berkorelasi erat dengan sifat dasar ajaran islam itu sendiri, yaitu rahmatan lil’alamin, rahmat bagi sekalian alam. Dapat disimpulkan bahwa anak sholeh adalah anak yang menjadi rahmat bagi dirinya sendiri, rahmat bagi orang lain, rahmat bagi lingkungan dan rahmat bagi semua yang ada di langit maupun di bumi.

Anak sholeh adalah anak yang paripurna. Selain hubungannya dengan Allah baik, hubungannya dengan sesama manusia pun baik serta hubungan dengan lingkungan alamnya pun baik. Dalam pandangan kami tidak disebut sholeh seorang anak yang tiap hari pekerjaannya mengaji, namun tak ada kasih sayang dengan sesama makhluk ciptaan Allah. Ada kucing yang  mengeong minta makan justru ditendang, buang sampah sembarangan, tidak memiliki kepekaan sosial yang tinggi, tidak disiplin walau untuk antri sekalipun.

Jika kita bermimpi untuk mendapatkan anak yang sholeh, maka tugas kita berat, anak sholeh bukan sekedar pemanis kata-kata dalam sebuah doa. Ia dapat terwujud nyata jika kita mampu menempa kesholehan itu dalam rumah tangga dan semuanya dimulai dari pemahaman yang tepat tentang definisi “ anak sholeh”

Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah

Ria Fasha



Visi Sekolah

Visi sekolah yang dirumuskan adalah“ Membentuk anak yang beriman, berilmu dan beramal serta menjadi rahmat bagi lingkungannya”

Misi Sekolah

Adapun misi sekolah antara lain adalah :
1) Menyelenggarakan pendidikan yang berlandaskan pada nilai- nilai luhur Islam
2) Melaksanakan pendidikan dengan memperhatikan fitrah manusia
3) Menjalankan pendidikan berbasisi pada realitas da pemecahan masalah
4) Menjadi rujukan bagi pendidikan yang memanusiakan manusia, ramah terhadap alam serta menjalin hubungan yang baik dengan Allah SWT

Tujuan Sekolah

1) Pendidikan untuk mencetak khalifatullah di muka bumi yang rahmat bagi semesta alam
2) Mengembangkan pendidikan yang demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak azazi manusia
3) Mengembangkan bakat dan minat peserta didik
4) Menyelenggarakan pendidikan dengan memberikan keteladanan, kemandirian dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran
5) Menyelenggarakan pendidikan dengan memahami kecerdasan majemuk siswa
6) Menciptakan iklim yang nyaman untuk fasilitator dalam bekerja seperti di rumah sendiri.

Yayasan and Management Team

  • Dra.Hj. Eni Khairani, M.SiPembina
  • Dr. H. Susiyanto, M.SiPembina
  • Rasyidin, M.SiKetua Yayasan
  • Hardiansyah, S.PdDirektur/Kepala SD
  • Nanang Edi HKepala PAUD
  • Eli SusantiKepala Inklusi