Kata banyak orang apalah arti sebuah nama, namun bagi kami, sebuah nama adalah refleksi dari jati diri, visi hidup yang terus berusaha diraih dan terkadang nama memiliki kekuatan sakral. Seperti jika kita mengucapkan nama Nabi kita tercinta Muhammad, maka otomatis kita kaum yang beriman akan kenabiannya mengucapkan “ Salallahu’alaihiwassalam”. Ada daya dorong yang entah darimana datangnya sehingga otomatis lidah kita bergerak untuk mengucapkan pujian itu. Demikian pula, nama biasanya mencerminkan bagaimana lingkungan orang itu tinggal. Seorang yang bernama “ Paijo” besar kemungkinan tidak lahir dari suku Batak, sebagaimana nama “ Erick Sihombing” bukan lahir dari suku Asmat. Orang yang bernama “ Mujib Ainun Naim” besar kemungkinan lahir dalam iklim keluarga pesantren, sedangkan nama “ Putu”” lahir dari keluarga Bali berlatarkan agama hindu yang kuat.
Demikianlah kebiasaan yang kita temukan. Tapi tidak ada salahnya pula kita “ menabrak” kebiasaan. Orang Rejang bernama Thomas dan orang Padang bernama “ Tulus” sah –sah saja, karena setiap nama adalah doa dari yang memberikan nama. Kita menemukan orang yang bernama Soeharto padahal ia adalah orang serawai tidak ada darah Jawa sama sekali, dan kita menemukan orang yang bernama Erick yang lahir dari suku Sunda dan tidak ada darah anglo saxon sama sekali.
Lalu mengapa diberi nama Langit Biru ? mengapa memberi nama sekolah tidak mengikuti trend dengan menggunakan nama-nama Arab? Bukankah nama-nama Arab lebih memiliki “prestise” yang menunjukkan kesholehan dan komitmen terhadap ajaran Islam ?. Bukankah nama arab lebih meyakinkan wali murid ataupun pihak-pihak lainnya bahwa sekolah ini adalah sekolah yang komitmen terhadap nilai-nilai Islam dan jauh dari debu-debu sekulerisme ?
Kami berkeyakinan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang universal sebagaimana misi Nabi kita tercita yaitu menjadikan sifat islam sebagai rahmatan Lil’alamin atau rahmat bagi semesta alam. Rahmat bagi orang arab, rahmat pula bagi orang eropa, rahmat untuk orang Cina rahmat pula untuk orang Indonesia. Rahmat bagi orang yang ada di utara, rahmat pula bagi orang yang ada di selatan bumi. Rahmat bagi manusia, rahmat pula bagi hewan, tumbuhan dan semua makhluk yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Menjadi seorang muslim bukan berarti harus menjadi orang arab, sebagaimana menjadi manusia yang modern bukan berarti harus menjadi orang Eropa. Yang membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lain bukanlah asal sukunya dan dimana ia lahir namun sesuai dengan indikator yang ditentukan oleh Allah, orang yang paling baik adalah orang yang bertakwa. Takwa tidak dilihat dari dimana tempat lahir kita, apa warna kulit kita, apa bahasa yang kita gunakan. Seorang berkulit hitam, budak dari Habasyah saja mampu memiliki ketakwaan yang tinggi sebut saja Bilal bin Rabbah ra. Namun orang tulen arab , masih memiliki ikatan kekeluargaan dengan Nabi justru menjadi penentang agama Allah yang nyata seperti Abu Lahab dan Abu Jahal. Maka tak ada tempat bagi ajaran rasisme dalam Islam. Mau Cina, Minang, Serawai, Rejang, Arab, Jepang semuanya sama, kecuali takwanya titik.
Sekolah ini kami berikan nama “ Sekolah Langit Biru” dengan berlandaskan pada filosofi berikut ini :
1. Allah SWT sebelum menyebutkan kata Bumi “Ardh” senantiasa menyebutkan kata langit “samaa” terlebih dahulu. Seolah semua yang ada di bumi ini adalah ciptaan yang ada di Langit (Allah SWT). Maka sangat penting menanamkan hubungan dengan Allah sedini mungkin.
2. Semua kegiatan dan aktifitas di muka bumi ini selalu dinaungi oleh langit. Langit biru pertanda cuaca cerah yang memberikan perlindungan manusia untuk berkarya di luar rumah. Di samping itu, langit biru sedap dipandang dan mendatangkan kebahagiaan bagi manusia.
3. Langit tidak memilah dan memilih siapa yang bernaung di bawahnya sehingga langit tidak mengkastakan manusia berdasarkan status sosialnya
4. Langit selalu melihat ke bawah, sebagai simbol bahwa tawadhu’ harus menjadi sifat utama. Seperti langit yang tinggi namun ia tetap menunduk ke bawah
0 comments:
Post a Comment